Friday, July 15, 2011

Tidak Hanya Sekadar Saduran Qana’ah

Bayu yang bertiup lembut membelai penuh mesra dan angin yang membawa bersama desiran irama merdu penuh damai sedikit pun tidak berjaya membawa ketenangan pada seraut wajah penuh kekeruhan. Seluruh pandangan tertumpah pada lautan biru yang luas tak bertepi, tetapi seluruh fikiran juga begitu sesak, bagaikan tiada sedikit ruang pun untuk bernafas.

‘Furqan’ sapaan lunak seorang sahabat memecah lamunan.

‘Apakah yang menimbulkan garis2 halus di wajahmu, yang membungkam senyuman mesramu dan yang membuatmu pergi jauh membawa diri?’

Ya Allah, hadirkanlah ketenangan yang didambakan....

Kelu bicara. Mengharapkan sang sahabat untuk menembusi hati, memahami betapa kepedihan dan keperitan ini tidak dapat ditahan lagi, malah gagal sama sekali untuk disembunyikan. Kerutan di dahi semakin jelas, nafas juga ditarik sedalam mungkin.

Hati merasa tercalar kerana nikmat dunia ini kelihatannya melimpah ruah pada manusia lain, tetapi tidak pada diri ini. Perasaan kekerdilan, kehinaan dan kekurangan melontar jauh segala keyakinan, kekuatan dan semangat untuk berdepan dengan seluruh dunia, apatah lagi untuk menyeru manusia kepada Allah. Perasaan halus yang bertandang tanpa undangan ini menjalari segenap pembuluh darah dan meresapi seluruh tubuh persis racun berbisa yang amat pedih sekali.

‘Furqan’ gemersik sekali suara yang amat dikenali itu.

‘Pernahkah kau dengar tentang Qana’ah?’ Satu persoalan yang menyentap hati, menggegarkan sanubari.

Qana’ah. Merasa cukup dan tenang dengan rezeki serta ketentuan dari Allah?

‘Benar sekali. Perasaan ini hanya akan hadir setelah keyakinan seseorang itu benar-benar mantap terhadap ketentuan Allah pada hambaNya’

Dari Ibnu Mas’ud r.a, disebutkan sabda Rasulullah SAW di antaranya, “Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rezekinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya.” (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Keyakinan itu sudah pasti. Tidak mungkin terlintas sebarang keraguan pada ketetapan Ilahi. Tetapi...aahh..manusia-manusia juga merencanakannya...Lantas diri ini dizalimi, diperlekeh dan dipandang enteng!

‘Furqan...Furqan’ suara itu kedengaran lembut sekali memujuk.
Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Fathir : 2)

Tetapi pandangan tidak mampu lagi diangkat tinggi-tinggi setelah ketentuan Tuhan hadir dalam hidup. Seluruh pandangan mata menujah ke arah ini, bagaikan panah yang terlepas dari busarnya, menikam tepat persis bilahan pedang yang tajam. Dan semangat yang dahulunya membara kini terasa semakin mendingin, bagaikan membiarkan hati membeku keseorangan.

‘Furqan, mari dengarkan kalimah Allah yang indah ini’ tiada sedikit pun tanda-tanda putus asa kedengaran.

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Az-Zukhruf : 32)

Bayu yang bertiup lembut membelai penuh mesra dan angin yang membawa bersama desiran irama merdu penuh damai sedikit pun tidak berjaya membawa ketenangan pada seraut wajah penuh kekeruhan. Seluruh pandangan tertumpah pada lautan biru yang luas tak bertepi, tetapi seluruh fikiran juga begitu sesak, bagaikan tiada sedikit ruang pun untuk bernafas.

‘Furqan’ sapaan lunak seorang sahabat memecah lamunan.

‘Apakah yang menimbulkan garis2 halus di wajahmu, yang membungkam senyuman mesramu dan yang membuatmu pergi jauh membawa diri?’

Apabila Al-Quran berbicara...

Terkelu dan terkedu lagi. Pukulan ombak memecah kesunyian. Pandangan terlontar kini melepasi garisan ufuk yang terlihat di mata. Haruskah terus-menerus berlegar dalam kekeliruan dan keserabutan?

‘Furqan’. Kali ini terasa hati kecil menyahut panggilan ini.

Rasulullah SAW adalah manusia yang paling Qana’ah, redha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Baginda juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian baginda masih meminta kepada Allah SWT agar diberikan Qana’ah, dengan berdoa:

“Ya Allah berikan aku sikap Qana’ah terhadap apa yang Engkau rezekikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi).

Titisan suam mengalir di pipi. Bara di hati ditiup cukup untuk merasakan hangatnya kembali. Ya Rasulullah, ajarkan bagaimana harus diri ini menguasai Qana’ah!

‘Terakhir hari ini buatmu Furqan.’ Perlahan. Namun penuh ketegasan suara itu kedengaran.

Telah bersabda Nabi SAW: “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR.al-Bukhari dan Muslim)

‘Jangan sekadar menyadur Qana’ah dalam hatimu, Furqan. Tetapi jadikanlah ianya intipati yang memenuhi keseluruhan rongga. Barulah di situ ditemui bahagia’.

Seraut wajah kembali damai. Kelopak mata redup dibasahi titisan keinsafan. Bicara bersama sahabat iman tidak pernah sia-sia. Semoga Qana’ah memenuhi segenap ruang hati.


Ya Allah, jadikan dunia di tanganku...bukan di hatiku....


.......

(Olahan semula daripada artikel lama)



No comments: